Selasa, 23 Maret 2010

Pacar Kontrak

Nia punya pacar, Danti baru aja jadian. Aku?? How about me?. Jomblo itu memang tidak mengenakkan. Rasanya hidup ku hampa. Seperti lagunya mas Ari Lasso. Setiap hari Nia dan Danti curhat tentang pacar mereka. Mulai dari kebiasaan nonton film, makan bareng, tukeran kado, dan sebagainya. Aku, apa yang aku bicarakan. Kebanyakan yang aku ceritakan tentang cowok-cowok keren yang aku taksir. Sedih banget rasanya mengharap yang tak pasti. Aku memang bukan cewek popular di kampus. Harap di maklumi karena aku adalah mahasiswi semester satu. Aku, Nia, dan Danti bersahabat sejak kecil. Rumah kami berdekatan. Bisa dibilang kami tetangga. Orang tua kami saling kenal dan keakraban selalu menyelimuti antara kami. Maka dari itu, hubungan kami sudah seperti saudara. Nia anak pertama dari tiga bersaudara, Danti dan aku ialah anak tunggal. Jadi wajar jika aku dan Danti masih manja. Namun, kami bertiga tidak satu universitas. Nia kuliah di Universitas Negeri di Depok jurusan psikologi. Sedangkan Danti dan aku sama-sama di terima di universitas Negeri yang terletak di Rawamangun. Walaupun jurusan kami berbeda, namun sama-sama satu tujuan. Yaitu menjadi seorang pengajar. Tetapi intensitas kami bertemu cukup sering karena kami tetangga. Yup, kembali kepada topik sebelumnya. Tidak mempunyai pacar itu membosankan. Setiap malam minggu tak ada yang menjemput, mengajak nonton, jalan-jalan. Dan lebih menyakitkannya lagi, kedua sahabat ku itu lebih beruntung dari pada aku. Mereka memiliki pacar yang tampan, tajir, dan juga baik. Beberapa kali, kedua sahabatku pernah berusaha mengenalkanku pada seorang cowok namun tak pernah ada yang membuat hatiku berdebar. Aku hanya menganggap mereka semua teman biasa. Teman yang biasa aku suruh-suruh. He..he..


“La, gue punya kenalan lagi ney, temennya Tody. Orangnya ganteng, baek pula. Kayaknya lo musti ketemu ama dia deh.” Seperti itulah contoh saat Nia menawarkanku calon-calon pacar. Belum bertemu wujudnya, sudah di bilang ganteng. Oiya, tody itu pacarnya Nia.


“Eitz La, gue juga punya temen. Namanya Ardi. Anak Ekonomi. Sekelas ama cowok gue. Kata cowok gue dia pinter banget. Ok banget tuy wat lo!” beda lagi halnya dengan Danti. Dia lebih antusias di banding Nia. Pinter? Ekonomi pula, nanti belum apa-apa sudah perhitungan lagi.


Keseharianku di kampus biasa saja. Dibilang aktif tidak terlalu. Aku tak ingin menonjolkan diri dulu. Aku masih ingin belajar adaptasi dengan lingkungan baru seperti mahasiswa lainnya. Di kelas aku mempunyai beberapa teman dekat. Diantaranya Sofi, Ani, wulan, Riky, dan Tedja. Dibanding yang lain, Tedja sedikit aneh. Dari namanya saja sudah aneh. Tedja. Tedjajana. Seperti lagu dangdut. Hehe. Anehnya bukan dari segi penampilan dan sifatnya, melainkan dari cara dia memperlakukanku. Aku merasa dia memberi perhatian lebih terhadapku. Bukannya ge-er, namun anak-anak yang lain juga berargumen demikian. Sejak awal masuk, dia terlihat caper (cari perhatian) dihadapanku.


“La, jangan-jangan tedjo naksir kali ama lu!” kata Nia seraya mengambil kacang dalam toples.


“Namanya tedja Ni, bukan Tedjo! Tedjo mah tukang bubur yang suka lewat di depan rumah kita kali.” Sahutku membenarkan Nia yang sepertinya lapar. Sampai-sampai salah menyebut nama. Mungkin dia sedang membayangkan buburnya mas Tedjo.


“Kalo tiba-tiba nanti Tedja nembak lo gimana la? Lo terima apa gak? Secara lo kan juga lagi jomblo.”


Benar juga apa yang di ungkapkan Danti. Jika saja suatu saat Tedja menyatakan perasaannya terhadapku. Aku harus memikirkan hal terburuknya. Selama ini, dia teman yang baik dan perhatian. Bahkan di depanku, dia tak pernah sekalipun menampakkan wajah kesalnya. Padahal berulang kali aku selalu memarahinya karena kesalahanya.


Pembicaraan Nia, aku, dan Danti benar-benar terjadi. Selang beberapa minggu, saat bermain di rumah Sofi, Tedja dan teman-teman lain telah menyusun rencana untuk menembakku. Singkat namun sangat membekas. Saat kami membentuk lingkaran. Dia memainkan pesan berantai. Orang pertama adalah dia, dan yang terakhir ialah aku. Dia membisikkan kalimat “Aku suka kamu, mau gak jadi pacarku?” kepada anak-anak lain hingga akhirnya sampai ke telingaku. Jawaban sulit menurutku. Dan aku butuh waktu untuk menjawabnya.


“Dia bener-bener nembak gue!” ku menceritakan kejadian kemarin kepada Nia dan Danti.


“Tuy kan, apa gue bilang. Trus lo jawab apa?" Danti bertanya dengan penuh penasaran.


“Ya blum gue jawab, gue butuh waktu dua hari mulai dari sekarang. Menurut lo berdua gimana?” tanyaku penuh kebimbangan dan kebingungan.


“Gue punya ide! Tapi terserah lo mo nerima ide gue ato gak!gue Cuma nyaranin.”


Nia memberikan saran, agar aku menerima Tedja jadi pacar, namun hanya dalam batas dua bulan. Seperti di kontrak. Memang terkesan jahat, namun jika aku menolaknya pun aku tak tega. Nia memberikan kebebasan padaku dalam waktu dua bulan itu untuk menjalankan selayaknya pacaran. Kemudian selanjutnya setelah itu, kembali pada diriku. Aku menerima saran Nia.


Lusa, aku memberikan jawaban itu. Aku menerima Tedja sebagai pacarku. Banyak anak kelas yang tidak percaya. Mereka banyak yang berkata aku tak cocok dengan Tedja. Aku yang manis, kalem tak banyak bertingkah jadian dengan Tedja yang begajulan, jorok, dan pemarah. Namun itu semua tak kuhiraukan. I just try it! Seminggu kami lalui dengan indah-indahnya. Tedja selalu berkata


“Aku akan jadi yang terbaik buat kamu. Semua orang pasti punya banyak kekurangan La, tapi kalo kita bersyukur dengan apa yang kita dapat pasti semua akan mudah kita lalui.”


Di sisi perilakunya yang garang, dia memilki sisi yang romantis. Dia memang tidak pandai menyusun kata-kata. Namun, dia lakukan itu dengan perbuatan. Waktu kami sebulanan, dia memberikanku seikat mawar yang jumlahnya sama dengan tanggal jadian kami. Dia sering membuat surprise yang membuat aku tak percaya. Begitu besarnya perhatiannya padaku, namun aku masih bimbang dengan perasaanku. Kadang-kadang aku sayang, namun kadang aku tak perduli dengan apa yang dilakukannya. Sebulan lebih seminggu telah kami lewati bersama. Namun perasaan itu belum muncul juga. Aku hanya takjub dengan keromantisannya, namun tak pernah aku mencintainya.


“Gila lo La, dia sebegitu romantisnya, tapi lo blum ngerasain apa-apa?! Kalo gue jadi lo. Gue bangga-banggain tuh cowok gue!! Emang sih dia gak ganteng kayak cowok gue, tapi dari yang gue lihat. Dia sayang and perhatian banget ama lo La!” Nia menasihatiku seperti aku adalah anak tirinya.


“Tapikan itu lo Ni!! Gue kan beda ama lo! Gue ajah bingung ama perasaan gue ndiri. Ini semua salah lo Ni! Bentar lagi dua bulan. Perjanjian kitakan setelah dua bulan gue belum merasakan apa-apa, gue bakal mutusin dia. Tapi sekarang gue malah bingung. Gue jahat banget dong kalo gue mutusin dia tanpa sebab.”


“Kok lo jadi nyalahin gue? Guekan cuman ngasih saran!lo tuh yang plin-plan. Dikasih saran dikit langsung nerima aja. Sekarang lo malah nyalahin gue! Guekan mau yang terbaik wat lo La!” Nia begitu tersinggung hingga akhirnya dia pulang kerumahnya dan meninggalkanku sendiri di kamar.


Seminggu lagi. Aku berusaha menyusun kata-kata agar tak terlalu menyakitkan Tedja. Apa aku harus membuatnya ilfeel biar dia yang memutuskanku? Namun, bagaimana caranya? Aku masih diem-dieman dengan Nia. Belakangan ini kami jarang bermain bersama. Sekarang hanya Danti teman curhatku satu-satunya. Namun Danti tak sebrilian Nia yang punya segudang ide. Danti terlalu polos. Aku tak bisa mengandalkannya. Apa yang harus aku lakukan?


Seminggu telah berlalu. Tibalah saatnya hari ini aku melakukan tindakan. Aku memutuskan Tedja dengan caraku sendiri. Yaitu berkata jujur. Walaupun menyakitkan, namun ini demi kebaikan aku dengannya. Kumulai bercerita dari awal alasan aku menerimanya hingga tak kurasakan perasaan sayang itu terhadapnya. Hingga ujungnya aku meminta kami berpisah hari ini. Setelah mendengar pernyataan itu dariku, terlihat kekecewaan di wajahnya.


“Kenapa la?lo tega lakuin ini ke gue!gue selalu berusaha jadi yang terbaik wat lo! Apa karna gue gak ganteng La? Gue gak tajir? Gue terima keputusan lo. Tapi satu hal yang harus lo inget. Di dunia ini gak ada manusia yang sempurna. Lo mau bentuk cowok lo sebagus apapun pasti dia punya kekurangan!!” Tedja berbalik dan pergi meninggalkanku. Kulihat punggungya dari belakang semakin menjauh dan menghilang.


Seminggu kemudian, aku baru merasakan kehilangan yang begitu dalam. Kehilangan sahabat dan orang yang sempat mengisi hari-hariku. Setelah instropeksi diri. Kurasa aku yang salah, selama ini aku menginginkan pacar yang serba sempurna. Maka dari itu, aku terlalu pemilih dalam mencari pasangan. Mungkin aku tak menyadari perasaan ku terhadap Tedja, sebenarnya perasaan itu ada, namun aku menutupinya dengan melihat kekurangan Tedja sehingga aku ilfeel terhadapnya. Setelah kuberpisah dengannya, aku belajar banyak darinya. Tak ada seorangpun yang sempurna di muka bumi ini. Dan aku sadar, dirikupun tak sempurna. Tuhan menciptakan ketidaksempurnaan agar kita terus berusaha untuk menjadi lebih baik. Aku berbesar hati untuk meminta maaf kepada Nia, sahabatku. Aku tahu, dia hanya ingin yang terbaik buatku. Sekarang kami berbaikan kembali. Tapi sampai sekarang aku masih menunggu maaf dari Tedja. Entah sampai kapan dia membenciku. Namun, aku tahu sekarang, bahwa perasaan seseorang tidak bisa di beli dengan materi, fisik, dan perilaku. Semua itu terwujud karena adanya hati yang tulus. Terimakasih Tedja, karena kamu sempat menjadi pacar kontrak ku dan mengajarkan aku sesuatu hal yang berharga dalam hidupku.

-The end-

Cuma Seceng a.k Seribu Rupiah

“Ma, ongkos fitri mana? Aku telat ney mah!!” teriakanku menggaung di seluruh ruangan rumah.


“Duh, sabar dong, mama lagi nyari seribuan ney.” Jawab mama seraya mengeluarkan seisi dompetnya di kamar.


“Duh ma, seceng doang, udahlah jebanan aja sini. Ntar aku ketinggalan bis nih. Dah mama, assalamualaikum.” Kusalami mama, kucium kedua pipinya dan bergegas berangkat ke sekolah.


Di perjalanan, aku mendapatkan bus yang cukup padat penumpangnya. Yah, setiap hari aku harus berjubel-jubelan dengan penumpang lain. Walaupun posisiku tidak nyaman untuk berdiri, namun aku harus memaksakannya agar terasa nyaman. Seperti biasa, kondektur bus menariki bayaran dari satu penumpang ke penumpang lain. Untuk menaiki bus hanya mengelurkan dua ribu rupiah saja untuk sampai ke semua tempat tujuan. Namun hari ini aku sedang sial. Di dompetku tidak ada recehan. Aku baru ingat, tadi sewaktu ingin berangkat sekolah, mama memberiku uang sepuluh ribuan. Dan di dompetku hanya ada lima puluh ribuan. Aku malas menerima kembalian dari kondektur. Biasanya, ia memberikan uang yang lusuh dan lecek. Malah kadang-kadang robek. Karena kepepet, terpaksa kuharus merelakan sepuluh ribuanku di tukar dengan uang seribuan. Sesampainya di sekolah, kulihat pintu gerbang hampir saja di tutup oleh pak Amin (satpam sekolah).


“TUNGGU!!!!!...... PAK JANGAN DITUTUP” teriakku dari kejauhan sambil berlari menuju gerbang yang lima sentimeter lagi akan rapat.


“Kamu lagi?? Tiap hari terlambat terus! Kali ini kamu gak saya ijinkan masuk.” Bentak pak Amin yang repot mengunci pagar dari dalam sekolah karena di teriaki anak-anak lain yang terlambat pula sepertiku.


“Yah bapak. Duh, tolong bukain dong pak. Tadi tuh mama saya sibuk nyari uang secengan buat ongkos saya!” tiba-tiba anak-anak lain serempak menatapku dan kemudian gelak tawa memekakkan pagi yang cerah ini.


Jelas aja seluruh anak tertawa. Alasanku tidak masuk di akal. Anak-anak lain ada yang beralasan macet, kendaraanya mogok di jalan, kesiangan, dan sebagainya. Dan aku? Terlambat hanya gara-gara uang seribuan alias seceng. Setelah berhasil merayu pak Amin dan diperbolehkan masuk kelas, hatiku lega karena tidak di pulangkan kepala sekolah. Walaupun di kelas, bu Risty, guru Bahasa Indonesiaku, menugasi untuk membuat karangan sebanyak empat lembar kertas folio. Paling tidak masih ada keberuntungan untuk mengikuti pelajaran lain.

* * *

Sepulang sekolah, aku dan teman-teman berencana mencuci mata di mal. Aku, Loli, Danu, dan Echa bersahabat sejak SMP. Dan sekarang kami dipertemukan kembali di bangku SMA. Danu memang satu-satunya laki-laki di antara kami. Namun, dia memiliki pribadi yang asyik, gokil, dan pede abis. Dan mungkin kami tidak memandangnya lagi sebagai laki-laki tampan. Tapi kami bertiga menjulukinya si “Konyol gak jelas”. Di mal kami menghabiskan waktu untuk bersenang-senang di timezone, poto box, dan lain-lain kebiasaan anak-anak SMA. Tak kuduga, di dompetku hanya tinggal selembar dua puluh ribu dan lima lembar seribuan. Sengaja aku menyisihkan lima ribuan itu untuk ongkos pulang. Dan dua puluh ribuannya aku gunakan untuk makan di Solaria. Setelah puas mengobrol di Solaria kami bergegas pulang kerumah masing-masing. Kami berempat berpisah di parkiran. Aku menuju terminal bus yang berada di seberang jalan. Akhirnya aku bisa dapat tempat duduk di pojok. Di sebelah kananku duduk seorang ibu yang usianya sudah lumayan tua. Bisa di bilang seusia nenekku. Ku palingkan wajahku menghadap langit-langit yang telah menampakkan sinar orangenya.


Colekkan kondektur membangunkanku dari tidur. Ku sempat tertidur pulas. Ku berikan dua ribuan padanya. Dengan wajah masih mengantuk ku tengok sebelah kananku. Ternyata telah berganti orang menjadi seorang bapak-bapak mengenakan pakaian dinas. Orang-orang yang berdiripun tidak sesesak seperti pagi tadi. Ku eratkan lagi tas yang telah hampir menggelantung jatuh. Kutatap dari balik kaca bus gemerlapnya kota Jakarta di malam hari. Malam hari saja kota ini masih terlihat padat. Banyak orang yang menunggu angkutan di halte. Macetnya jalan raya di akibatkan salah satunya oleh pedagang makanan yang padat berjualan di pinggir jalan. Akibatnya, lahan jalan semakin menyempit, sehingga menimbulkan kemacetan di sepanjang jalan. Aku juga tidak sepenuhnya menyalahkan pedagang-pedangang tersebut. Di satu sisi, mereka juga membutuhkan lahan pekerjaan untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Tiba-tiba aku terkejut karena colekkan seseorang. Kupikir kondektur yang meminta bayaran lagi. Tapi tak mungkin. Kutengokkan wajahku kearah orang yang mencolekku. Ternyata dia seorang pengamen cilik yang meminta recehan. Karena tak ada receh, ku berikan uang seribuan kepadanya. Wajahnya memancarkan kesenangan yang tiada terkira. Dan terucap dari bibirnya yang mungil.


“Terimakasih banyak ya kak, aku bisa makan nih. Semoga kakak selamat sampai tujuan, sekali lagi makasih.”


Kemudian anak itu berlari turun dari bus. Bagiku, itu hanya uang seribuan. Namun baginya kurasa ia seperti mendapatkan lima puluh ribuan. Begitu berartinya uang seribuan itu untuknya. Aku yang kadang-kadang sering meremehkan seribuan karena jumlahnya yang kecil. Di zaman sekarang apa yang bisa kubeli dari seribuan. Tapi bagi anak itu, seribu saja sudah cukup untuk mengisi perutnya yang kosong. Anak itu telah mengingatkanku betapa pentingnya seribu rupiah. Tanpa seribu, mungkin tak akan menjadi sepuluh ribu, dua puluh ribu, bahkan satu milyar. Mulai sekarang kuharus lebih menghargai uang walaupun itu hanya seceng alias seribu rupiah. Dan aku tersadar bahwa aku telah sampai di halte tujuan.


The end

Buku Harian Nanda

Namaku Sabrina. Sekarang aku duduk dibangku SMA, kelas dua. Di sekolah, aku di kenal sebagai anak yang cukup pandai dan aktif, menurut teman-teman sekelas, aku memiliki sifat yang mudah bergaul dengan orang lain. Aku hampir mengenal seluruh teman sekelas kecuali Nanda. Aku tidak mengerti mengapa Nanda sulit sekali aku dekati. Dia tipe anak yang pemurung dan tertutup. Waktu awal masuk kelas baru ini, aku duduk di sebelah bangku Nanda. Aku berusaha berkenalan dengannya, namun tak sepatah katapun keluar dari bibirnya. Jawabannya hanya lewat senyuman. Karena terlalu pendiamnya Nanda, Jodi yang juga teman sekelasku, sering meledeki Nanda agar dia mau berbicara. Kadang, ledekin Jodi melewati batas. Bahkan Nanda sering jadi bahan ledekan anak-anak sekelas, termasuk aku. Bukannya aku jahat, namun ada perasaan kesal juga dalam hatiku. Aku selalu berusaha ingin menjadi temannya, tetapi ia tak pernah menggubris usahaku sama sekali. Aku bosan jika harus melembutkan bahasa ku di depannya. Toh, dia tak pernah ingin menjadi temanku.


Hari Rabu kemarin, Nanda salah kostum. Dia fikir hari ini hari kamis. Spontan saja seluruh anak kelas mentertawakannya. Terutama Jodi si biang ribut di kelas.


“mbak, kok kayaknya bajunya jadi bermotif. Ato jangan-jangan di gambar dulu yah sebelum berangkat! Bangun mbak, you are saltum. ini hari rebo, pake batiknya besok!” Jodi meneriakinya sembari berdiri di bangku kelas.


Nanda masuk ke kelas dengan wajah tertunduk menahan malu. Namun, ia hanya diam saja tak berkutik apa-apa. Jika aku jadi Nanda, aku akan balas ledekan konyol si Jodi. Hari demi hari, aku semakin nyaman dengan kelas yang baru. Karena aku masuk ke peminatan IPA, jadi aku harus berpikir logis layaknya scientist. Mata pelajaran yang aku senangi ialah biologi. Jika ada pelajaran biologi, aku selalu banyak bertanya agar aku paham maksud yang di bicarakan pak Darwis. Jika pak Darwis memberi pertanyaan pun dengan lantang aku memberikan argumen. Walaupun argumenku sering di bantah teman-teman yang lain, aku tak perduli. Aku selalu menanamkan dalam diriku, bahwa di sekolah ini kita sama-sama menimba ilmu. Kita sama-sama mencari sesuatu yang baru. Jadi, buat apa kita malu bertanya, daripada kita sesat di jalan.


Hari demi haripun, aku selalu memperhatikan tingkah laku Nanda. Setiap jam istirahat, dia tak pernah jajan. Membawa bekal pun tak pernah. Yang ia kerjakan hanya menulis. Entah dia menulis tentang apa. Yang kulihat hanya buku kecil berukuran 15 x 10 berwarna pink. Mirip buku diari Tania, adikku. Bukan hanya sesekali ia menulis, tetapi kusering melihatnya seru dengan dunianya sendiri. Rasa penasaran menghinggapi diriku. Sesekali terlintas di benakku untuk membaca apa yang telah di tulisnya. Ide jahil itupun muncul di benakku. Ketika Nanda sedang tak ada di kelas, aku bersama teman-teman cewek yang lain mencari buku harian itu. aku mulai mecari dari kolong meja hingga ke tasnya. Akhirnya kumenemukan buku itu diantara buku pelajaran lain di dalam tasnya. Aku tak ingin membacanya sekarang. Kuputuskan untuk mengambilnya dahulu dan kusimpan dalam tasku. Saat bel berbunyi, satu persatu seluruh anak kembali ke kelas, begitupun dengan Nanda. Saat dia duduk dibangkunya, ia kelihatan bingung mencari sesuatu. Kurasa ia mencari buku hariannya tersebut. Seberapa berartinya buku harian ini, hingga ia begitu panik. Aku jadi semakin penasaran dan tak sabar untuk membacanya.


Sesampainya di rumah, niat jahatku pun semakin menggebu-gebu. Kumulai membuka lembar demi lembar. Halaman pertama tentang perasaanya di kelas baru. Beralih ke halaman kedua, ia menceritakan tentang sulitnya menjadi anak pendiam. Di buku harian tersebut juga menceritakan tentang tingkah laku anak-anak di kelas yang sering meledekinya. Masalah keluarganya juga tertulis dalam buku itu. Betapa ia berat menjalani hidup sebatang kara tanpa ayah dan ibunya. Karena keduanya meninggal akibat kecelakaan pesawat. Sekarang ia hanya tinggal bertiga dengan kakak perempuan dan neneknya. Perasaan kesepianpun kerap menyelimutinya karena tak ada teman untuk mencurahkan isi hatinya. Kemudian, di tengah-tengah halaman, Nanda juga menceritakan tentang diriku. Dia menulis segalanya tentangku. Kepandaianku, kerianganku, tingkah lakuku. Betapa ia menyanjungku dalam buku hariannya. Teman pertama yang ia kenal ramah saat pertama memasuki kelas ialah aku. Dan tersirat di dalamnya bahwa sebenarnya ada keinginan Nanda untuk berteman dengan diriku. Namun, hal itu tak mungkin terwujud karena begitu populernya diriku, hingga ia minder untuk mendekatiku.


Setelah selesai membaca buku harian Nanda, aku menjadi merasa bersalah. Seharusnya aku tak selancang itu membaca buku harian orang lain. Tak ada satu kalimatpun dalam buku hariannya yang menjelekkanku. Padahal Nanda tak tahu apa yang telah kuperbuat selama ini terhadapnya. Termasuk kesalahan terbesar ini, membaca buku hariannya. Keesokan harinya kuberniat mengembalikan buku harian itu kepada pemiliknya. Aku tak tahu apakah setelah kejadian ini, Nanda masih ingin berteman denganku atau tidak. Saat bel istirahat berbunyi, aku menghampiri Nanda yang sedang duduk di taman sekolah seorang diri.


“Hai Nda, ngapain kamu disini sendiri? Kok gak gabung ama anak-anak yang lain?” Tanyaku lembut terhadapnya. Seperti biasa kumenunggu jawaban darinya begitu lama.


“A..a..ku sedang bingung sab.” Akhirnya ia mulai mengeluarkan sepatah dua patah kata.

“Bingung kenapa? Coba lo ceritain?” tanyaku heran.


“Buku harianku hilang. Padahal buku itu penting banget buatku.” Jawabnya perlahan.

“Memang seberapa pentingnya buku itu buat kamu? Kan Cuma buku harian biasa.” Sahutku agak menaikkan intonasi nada pembicaraan.


“Mungkin menurut kamu, buku harian itu gak penting. Karena kamu mudah mengungkapkan perasaan yang sedang kamu alami ke orang lain. Tapi bagiku buku itu ialah teman curhatku. Walaupun ia tak memberi saran untuk masalahku. Namun paling gak, buku itu bisa menjadi tempat pengaduanku, saksi bisu hidupku.”


Jawaban yang Nanda lontarkan mengejutkan hatiku. Aku tak pernah mendengarnya berbicara selancar ini. Kuputuskan untuk segera mengembalikan buku itu padanya. Lalu, aku berterus terang tentang apa yang aku lakukan kemarin. Setelah mendengar penjelasanku, Nanda tak marah pada diriku. Malah sebaliknya, ia senang aku membaca buku hariannya. Jadi dia tak perlu repot lagi untuk mendekatiku agar mau menjadi temannya. Tanpa dia pintapun aku ingin menjadi temannya. Dan sejak saat itu, aku dan Nanda menjadi teman akrab. Karena buku harian itu, aku dan Nanda didekatkan untuk saling memberikan solusi dari setiap masalah layaknya seorang sahabat. Dan kurasa ia akan menulis lagi tentangku dalam buku hariannya.


the end

Andaikan dia tinggal lebih lama

Setelah dokter memvonis kak Sabrina sakit, kami sekeluarga lebih memperhatikan kesehatannya. Papa lebih sering pulang cepat, mama lebih sering berada di rumah, dan keadaan di rumah semakin baik. Namun, hal itu tak terjadi pada diriku. Aku merasa terlupakan, bahkan seharusnya sebagai anak yang baru beranjak dewasa aku menginginkan perhatian yang lebih dibanding siapapun. Aku juga butuh kasih sayang mereka. Setelah pulang sekolahpun, mereka tak menanyakan perasaanku hari itu. Bagaimana pelajarannya, teman baruku, dan sebagainya. Yang kudengar hanyalah ” Sab, kamu mau makan apa nak? Mama suapin yah ” atau ” Sab, liat deh papa tadi liat baju ini di mal, di pake yah nanti ”.


Aku tahu kak Sabrina sedang sakit. Tapi bukan berarti mereka jadi memanjakannya kan? Kadang, aku kasihan melihat wajah memelasnya yang tak berdaya. Namun, aku muak melihat wajah polos nya. Seakan-akan dia berpura-pura menjadi malaikat sejenak.


”Mah, di sekolah Sheila besok ada pertunjukan drama. Sheila ikut maen loh, mamah papah juga di undang kok. Dateng yah?” bujukku seraya merangkul mama yang sedang menyiapkan makan malam di dapur.


“Duh la, besokkan mama dan papa harus mengantar kakakmu check-up lagi ke dokter. Maaf yah, kamukan tau sekarang-sekarang ini. Kami harus teratur mengontrol kesehatan kakakmu. Kamu kan udah gede, jadi harus maklumi keadaannya yah sayang.”


”Tapi mah, teman-teman sheila juga banyak yang dateng ama ortunya, masa sheila dateng sendirian.” rayuku sekali lagi sambil mencicipi masakan mama.

”Mama gak bisa sayang, duh, kamu kayak anak kecil aja deh.”


Lagi-lagi mama menolak untuk hadir. Hal serupapun dinyatakan oleh papa. Aku menjadi kesal. Sebelumnya, hal ini tak pernah terjadi pada diriku. Biasanya mereka selalu memperhatikanku. Semenjak kakak sakit, semuanya berubah. Aku tidak mengetahui kak Sabrina mengidap penyakit apa. Paling hanya penyakit biasa seperti tipus. Hanya penyakit seperti itu saja, manjanya luar biasa. Sekalian saja dia diserang penyakit yang luar biasa. Biar semua orang lebih sering memperhatikannya.


Di ruang keluarga, aku melihat kak Sabrina menonton televisi sendiri. Kuhampiri ia yang sedang terbaring di sofa. Aku melihat wajahnya yang pucat pasi. Ada perasaan iba yang sangat dalam. Dia memergokiku yang sedang menatapinya.


”Hai la, sini duduk deket kakak. Gimana sekolah kamu? Temen-temenya enak gak?” Kak Sabrina mencoba mengajak aku berbincang, namun ku segan menanggapinya.


”Biasa aja kak, nothing special!” jawabku ketus sambil menganti-ganti saluran televisi.


”Kamu gak boleh gitu, semua hari itu pasti spesial. Kita harus bersyukur dengan apa yang sudah Allah kasih ke kita. Nanti, di saat kita tahu gak bisa menikmati hari lagi, pasti kita akan minta hari ini diperpanjang.”


Tiba-tiba saja pembicaraan kak Sabrina menjadi aneh. Omongannya seperti guru agama disekolahku saja.


”Apaan sey kak, udah kayak orang mau mati saja!” kuberanjak meninggalkan kak Sabrina sendiri di ruang televisi dan pergi menuju ke kamarku.


* * *

Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, aku dan teman-teman pergi ke mal untuk menyegarkan otak. Daripada suntuk di rumah, mending jalan bareng temen-temen, pikirku. Telepon mama ke handphoneku sengaja tak kuangkat. Karena besok hari minggu, kuputuskan untuk menginap semalem di rumah Dina (sahabatku). Kami banyak berbincang dan bercanda hingga larut malem bersama kak Anggi ( Kakak Dina ). Aku sempat iri melihat kedekatan mereka. Aku jadi membandingkan kedekatanku dengan kak Sabrina. Kami memang kakak beradik. Namun, semenjak kecil kami tidak terlalu dekat. Dari dulu, mama dan papa lebih memanjakan kak Sabrina. Mungkin aku bukan anak yang diharapkan oleh mereka. Masa kecilku dengan kak Sabrina memang tidak sekompak kakak beradik lain. Kami sering berantem dan iri-irian. Andai saja aku mempunyai kakak laki-laki mungkin aku tak akan merasa di anak tirikan


* * *

Keesokan paginya, aku pamit kepada keluarga Dina untuk pulang ke rumah. Sepanjang jalan aku terus memikirkan keadaan di rumah. Pasti sama seperti hari-hari kemarin yang membosankan. Dari kejauhan, aku melihat keramaian di sepanjang jalan rumahku. Ketika aku sampai depan rumah, aku melihat bendera kuning terpasang di tiang. Suasana haru menyelimuti rumahku. Dengan segera aku berlari memasuki rumah. Di ruang tengah ku melihat sosok perempuan terbaring di lantai tertutup oleh kain kafan. Aku melihat sekeliling, mama, papa, tetangga menatapku tajam. Dan yang tak kulihat hanya sosok Kak Sabrina. Air mataku mulai mengalir dan semakin deras. Perlahan ku buka kain kafan yang menutupi wajah sosok itu, kupandanginya sangat lama. Kupeluk ia dengan erat. Hatiku mengharu biru. Ya Allah, sosok itu ialah kakakku. Untaian ayat-ayat yasin menggema di seluruh ruangan rumah. Mama memelukku erat. Semaleman aku bersenang-senang, dan aku tak mengetahui kakakku berjuang melawan maut. Perasaan ku telah tertutup oleh rasa benci tanpa menghiraukan perasaan saudaraku sendiri. Selama ini, kak Sabrina mengidap penyakit Leukimia atau yang disebut kanker darah. Beberapa minggu kemarin dokter memberitahukan bahwa keadaan kak sabrina semakin memburuk. Maka dari itu mama dan papa gencar-gencarnya memperhatikan kesehatan kak sabrina. Dan aku tak mengetahui hal tersebut. Yang kupikirikan hanyalah egoku sendiri. Bahkan yang lebih membuatku menyesal, di saat-saat terakhir aku tak sempat memiliki kenangan indah bersamanya. Dan aku sempat menyumpahinya. Sekarang aku baru sadar betapa aku sangat menyayanginya dan aku sangat kehilangan dirinya.


Masih terngiang di telingaku ”Semua hari itu pasti spesial. Kita harus bersyukur dengan apa yang sudah Allah kasih ke kita. Nanti, di saat kita tahu gak bisa menikmati hari lagi, pasti kita akan minta hari ini diperpanjang.”.


Kalimat itu yang masih membekas di hatiku sampai saat ini. Seminggu setelah kepergian kakak, rumah terasa sepi. Dan sekarang hanya tinggal diriku seorang diri. Perhatian yang selama ini aku harapkan dari kedua orangtuaku terwujud sudah. Aku menyesal tak bisa menikmati ini bersama kak Sabrina. Seandainya aku bisa memutar waktu kembali, kuharap dia masih bersamaku saat ini.


.....The end.....

Jumat, 19 Maret 2010

Hujan dan Matahari

Aku suka hujan. Karena hujan mampu membuat suasana panas menjadi lebih sejuk. Karena hujan bisa memberikan kesegaran saat kekeringan. Karena hujan memberikan kehidupan bagi tumbuhan dan hewan untuk tetap bertahan. Aku benci matahari. Karena matahari menyegatkan sinarnya. Karena matahari kulit halus dan putih berubah menjadi legam. Karena matahari menciptakan sensasi "gerah" sehingga merangsang syaraf-syaraf tubuh untuk merespon hal-hal yang berlebihan dan membuat hati tidak tenang. Saat aku mengatakan dua hal tersebut, sesungguhnya aku salah. Aku keliru memahami dua perasaan itu. Suka dan benci. Aku menganggap dua hal tersebut bagaikan air dan minyak. Seperti kita ketahui bahwa keduanya tidak pernah menyatu. Dibalik perasaan itu, ada satu realita hidup. Perlu disadari bahwa hal yang paling disuka bisa menjadi hal yang paling di benci. Begitupun sebaliknya. Aku tak menyadari bahwa ada hal-hal yang perlu dipahami lebih dalam.

Aku suka hujan karena kesejukannya. Padahal, dibalik kesejukannya itu kita mampu berlama-lama dan enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Sehingga pada saat hujan kita malas untuk melakukan aktivitas. Kita hanya bisa menikmati dan terlena akan kesejukan tersebut. Dan kita menjadi orang yang tertinggal jauh di belakang. Saat semua orang di luar sana telah menciptakan hal-hal baru. Kita hanya mampu menunggu di dalam rumah karena hujan tak kunjung reda. Karena hujan, kita menjadi orang yang super cengeng. Saat hujan turun dengan derasnya, kondisi tersebut mampu menghantar kita pada suasana sedu dan melow. Kita terbawa perasaan dan muncullah kenangan-kenangan menyakitkan yang membawa kita menjelajahi masa lalu. Selain itu, Saat hujan dengan petir menggelegar, kita takut untuk ke luar rumah dan memilih mengumpat di di bawah selimut.

Disamping itu, kita tak tahu betapa baiknya matahari. Aku benci panasnya. padahal di balik sinar yang menyengat kulit tersebut membuat kita mengawali hari baru. Sinar tersebut mampu membuat kita terjaga di saat melakukan aktivitas di kampus ataupun di kantor sehingga mata sulit sekali untu terpejam. Pada saat mata sulit terpejam, kita akan lebih berkonsentrasi mendengarkan segala sesuatau yang ada disekitar kita. Sinarnya akan menghangatkan dan membuat suhu tubuh kita tetap stabil. Dengan sinarnya tumbuhan mampu melakukan fotosintesis sehingga tumbuhan tersebut mampu menjadi besar dan kuat.

Disini aku mengibaratkan matahari dan hujan seperti seorang guru. Saat seorang murid di ajar oleh seorang guru yang yang perawakannya hangat, ramah, terang, dan murah senyum seperti matahari. Maka sang murid akan merasakan ada sesuatu dalam dirinya yang dinamakan motivasi. Saat motivasi telah muncul, maka dia mampu belajar dengan kemauan diri sendiri. Sesuatu yang dilakukan dengan sukarela tanpa paksaan akan membawa kepada hal-hal yang bersifat tidak sementara dan berlangsung lama. Sedangkan seorang guru yang memiliki wajah murung, teduh, dingin, dan menampakan wajah kesedihan seperti hujan dan suka marah seperti gemuruh petir akan membuat anak kehilangan semangat belajar. Seperti yang kita ketahui saat hujan dengan sambaran petir yang bertubi-tubi mampu membuat individu enggan untuk keluar rumah karena takut dengan suara dan kilatnya. Sama halnya dengan seorang murid, Apabila dari awal ia telah di cap sebagai anak bodoh dan tidak diberi kesempatan, makantidak akan timbul motivasi dalam dirinya, sehingga kemauan belajarnya minim. Dan belajar merupakan sebuah beban yang akhirnya membuat anak merasa tertekan. Perasaan tertekan akan membuat sang murid melakukan tindakan terpaksa. Ujung-ujungnya hal tersebut hanya berlangsung singkat. Sang murid akan malas lagi untuk belajar.

Dari dua kondisi tersebut kita dapat melihat kekurangan dan kelebihan dari yang terbaik. Namun, dibalik itu semua aku tetap menyukai hujan. Tetapi jika dihadapkan pada sebuah pilihan antara hujan dan matahari, maka aku akan lebih memilih matahari untuk sekarang dan seterusnya. Karena matahari yang muncul setelah hujan akan menciptakan rangkaian warna pelangi me ji ku hi bi ni u ..

Senin, 15 Maret 2010

Obsesi

Pernahkah kita memaksakan suatu keadaan ?

Pernahkah kita melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin ?

1. Saat kita merasa tak sanggup melakukan sesuatu yang dirasa tidak mampu kita lakukan, ada perasaan sesak di dada. Perasaan tertekan karena kita tidak bisa mencapai sesuatu yang diharapkan. Hal itu biasa bukan ?

2. Sekuat tenaga kita keluarkan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, namun hasil yang didapatkan tidak sebesar apa yang kita lakukan. Ada perasaan kecewa, marah , dan sedih. Hal itu biasa bukan ?

3. Saat kita mencintai seseorang, dan orang itu tidak mencintai kita. Kita selalu berpikir positif dan melakukan apa saja agar orang itu dapat mencintai kita. Namun tetap saja, dia tak bisa mencintai kita. Hal itu biasa bukan ?

Kadang kita tidak ingin menjadi biasa. Kita menginginkan hal yang luar biasa. Yang orang lain tak bisa melakukannya tapi kita bisa! kadang, kita melupakan kemampuan diri untuk menjadi luar biasa. Ada batasan tertentu yang harusnya tidak boleh kita paksakan yaitu takdir. ketiga hal diatas bukankah hanya sebuah obsesi ? obsesi itu sendiri ialah cita-cita. Sesuatu yang diinginkan, namun harus bisa di dapatkan. Jika hal tersebut sudah melebihi batas normal, maka bisa jadi obsesi tersebut merupakan masalah kejiwaan yang serius.

Hal tersebut perlu di tangani lebih lanjut oleh dokter kejiwaan atau konseling dengan psikiater. Sebenarnya obsesi juga memiliki sisi positif, misalnya saja kita terobsesi menjadi seorang dokter. Kita pasti akan berusaha keras dan belajar dengan sungguh demi mencapai cita-cita tersebut. Namun apabila kita dihadapi oleh kegagalan, sebaiknya kita bisa menerima hal tersebut. Bukan berarti kita pasrah, hal itu yang dinamakan usaha. Yang penting kita telah melakukan sebuah usaha daripada kita tidak melakukan sesuatu hal sama sekali.

keep struggle! =))

Begadang? not again!

Begadang jangan begadang ... begadang tiada artinya ...

Sepenggal lirik lagu di atas yang dipopulerkan oleh raja dangdut memang benar adanya. Terlalu sering begadang tidak baik bagi kesehatan. Seharusnya pada malam hari, tubuh di anjurkan untuk beristirahat sejenak untuk mengembalikan tenaga yang terbuang selama beraktivitas seharian dari pagi hingga sore. Tubuh beserta organ dalamnya juga memerlukan istirahat yang cukup. Selain itu, ternyata saat malam hari, organ dalam tubuh bekerja mengeluarkan detox atau racun di dalam tubuh. Proses ini bekerja pada waktu malam dan pada jam tertentu.

Jadwal detox yaitu :

* Malam hari pk 21.00 – 23.00 : adalah pembuangan zat-zat tidak berguna/beracun(de-toxin) dibagian system antibody (kelenjar getah bening). Selama durasi waktu ini seharusnya dilalui dengan suasana tenang atau mendengarkan musik (lebih baik lagi bila sudah tidur) . Bila saat itu seorang ibu rumah tangga masih dalam kondisi yang tidak santai seperti misalnya mencuci piring atau mengawasi anak belajar, hal ini dapat berdampak negative untuk kesehatan.

*Malam hari pk 23.00 – dini hari 01.00 : saat proses de-toxin dibagian hati, harus berlangsung dalam kondisi tidur pulas.

*Dini hari 01.00 – 03.00 : proses de-toxin dibagian empedu, juga berlangsung dalam kondisi tidur pulas.

*Dini hari 03.00 – 05.00 : de-toxin dibagian paru-paru, sebab itu akan terjadi batuk yang hebat bagi penderita batuk selam durasi waktu ini. Karena proses pembersihan (de-toxin) telah mencapai saluran pernapasan, maka tidak perlu minum obat batuk agar supaya tidak merintangi proses pembuangan kotoran.. Bagi perokok pembersihan berlangsung dengan tidak sempurna.

*Pagi pk 05.00 – 07.00 : de-toxin di bagian usus besar, harus buang air besar.

*Pagi pk 07.00 – 09.00 : waktu penyerapan gizi makanan bagi usus kecil, harus makan pagi. Bagi orang yang sakit sebaiknya makan lebih pagi yaitu sebelum pk 06.30… Makan pagi sebelum pk 07..30 sangat baik bagi mereka yang ingin menjaga kesehatannya. Bagi mereka yang tidak makan pagi harap mengubah kebiasaannya ini, bahkan masih lebih baik terlambat makan pagi hingga pk 9-10 daripada tidak makan sama sekali.

Tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang akan mengacaukan proses pembuangan zat-zat yang tidak berguna. Selain itu, dari tengah malam hingga pukul 4 dini hari adalah waktu bagi sumsum tulang belakang untuk memproduksi darah.
Sebab itulah, Tidurlah dengan Nyenyak dan Jangan Begadang lagi yaa...=)


keep health!

Sabtu, 13 Maret 2010

Huruf korea itu unik

Kemarin, enggak sengaja searching-searching di mbah google tentang cara menulis huruf korea. ternyata susah-susah gampang ya. Tidak diduga, ternyata bahasa korea sulit juga di mengerti, butuh kursus kayaknya. Tapi belum punya uang untuk ikut kursus beginian. Gue cuman sekedar suka dan hobi banget nonton filmnya. Dan tertarik untuk mengenal lebih jauh lagi all about korea. Ternyata gue tertarik dengan penulisan hurufnya. Unik banget, saat nulis bahasa korea, kita seperti menggambar. Tidak sulit untuk mengikuti lekukan hurufnya. Yang sulit bagaimana huruf itu terangkai menjadi sebuah kata dan kalimat. Untuk menulis sebuah huruf korea, kita perlu mengenal alphabetnya terlebih dahulu. Di dalam penulisan bahasa korea, kita mengenal yang namanya konsonan dan vowels (sejenis bunyi katanya).

1. look at this





2. Kita juga harus tahu huruf-huruf apa saja yang ada dalam bahasa korea



3. Salah satu contoh penulisan huruf korea



Maaf ya kalo kurang membantu, uz gue juga baru belajar ni.. hehe

Keep learning!

the man who can't be moved

The Script - The Man Who Can't Be Moved

Going back to the corner where I first saw you,
Gonna camp in my sleeping bag. I'm not gonna move,
Got some words on cardboard got your picture in my hand,
Saying if you see this girl can you tell her where I am,
Some try to hand me money they don't understand,
I'm not... broke I'm just a broken hearted man,
I know it makes no sense, but what else can I do,
How can I move on when I've been in love with you...

Cos if one day you wake up and find that you're missing me,
And your heart starts to wonder where on this earth I can be,
Thinking maybe you'd come back here to the place that we'd meet,
And you'd see me waiting for you on the corner of the street.

So I'm not moving...
I'm not moving.

Policeman says son you can't stay here,
I said there's someone I'm waiting for if it's a day, a month, a year,
Gotta stand my ground even if it rains or snows,
If she changes her mind this is the first place she will go.

Cos if one day you wake up and find that you're missing me,
And your heart starts to wonder where on this earth I can be,
Thinking maybe you'd come back here to the place that we'd meet,
And you'd see me waiting for you on the corner of the street.

So I'm not moving...
I'm not moving.

I'm not moving...
I'm not moving.

People talk about the guy
Whos waiting on a girl...
Oohoohwoo
There are no holes in his shoes
But a big hole in his world...
Hmmmm

Maybe I'll get famous as man who can't be moved,
And maybe you won't mean to but you'll see me on the news,
And you'll come running to the corner...
Cos you'll know it's just for you

I'm the man who can't be moved
I'm the man who can't be moved...

Cos if one day you wake up and find that you're missing me,
And your heart starts to wonder where on this earth I can be,
Thinking maybe you'd come back here to the place that we'd meet,
And you'd see me waiting for you on the corner of the street.
[Repeat in background]

So I'm not moving...
I'm not moving.

I'm not moving...
I'm not moving.

Going back to the corner where I first saw you,
Gonna camp in my sleeping bag not I'm not gonna move.

coretan :

Sehabis denger lagu ini, gue sangat tergila-gila banget. Pas liyat liriknya, makin tergila-gila. four thumbs up for this man!! saluuuttttt...
=)

Kamis, 11 Maret 2010

Pangeran Berkacamata


Setiap malam gue selalu berdoa agar besok paginya mendapatkan keberuntungan. Dan saat bangun di pagi harinya, gue selalu berharap akan bertemu sang pangeran berkacamata. Dari dulu gue demen banget ngeliyat cowok-cowok berkacamata. Lebih terlihat intelek dan lucu. Hmm.. yeaps, ini ngomongin tentang selera. Sejak kapan ya gue mulai tertarik dengan sosok berkacamata? gue juga gak inget pastinya kapan. Tapi seinget gue, semenjak gue menyukai tokoh Tak-si-do bertopeng di kartun sailormoon! (hehe, aneh sih keliyatannya). Topeng dan kaca mata memang beda, yang membuatnya sama ialah sosok misterius itu. Gue suka sosok yang membuat diri gue penasaran. Ehm .. bukan hanya misterius, namun penampilan yang cool dengan setelan jas hitam dan dasi kupu-kupu itu buat sosok itu semakin tampan! Oh, God! pliss, help me. I can't take my eyes of him. Tertarik dari tayangan tak-si-do, beralih ke film. dari beberapa film yang ber-genre drama, gue lebih menyukai drama korea. Kenapa? karena dari segi cerita, tidak pernah membuat bosan. Selalu mengahdirkan hal-hal baru mengenai kisah cinta. I like drama-romance. Wajarkan kalo cewek suka yang romantis-romantis. hihi. Berbicara tentang selera emang gak ada matinya. Semua orang punya selera yang berbeda. Gue sangat percaya, bahwa selera mencerminkan sedikit kepribadian manusia. Jika kita ingin tahu tentang siapa diri kita, bercerminlah pada selera kita sendiri. Kita suka pria berkacamata, berarti kita menyukai orang yang pintar dan intelektual. Kita suka pria berjas berarti kita menyukai kewibaan dan kerapihan. Kita menyukai film drama, berarti kita termasuk orang yang melankolis dan sedikit sensitif. Bener gak ya kira-kira tebakan gue? sebenarnya gue bukan ahli kejiwaan yang bisa membaca karakterisktik seseorang dari selera, hal tersebut muncul dibenak gue begitu saja. Gue hanya mencoba mengungkapkan sesuatu yang ada dipikiran dan perasaan. Gimana dengan selera kalian? Tipe apakah diri kalian? Coba pikirkan apa yang kalian suka! Sesuatu yang kita sukai merupakan kejujuran hati yang tak bisa di rekayasa. Dan gue selalu percaya itu. Selera bukan merupakan kepura-puraan.

Pernah terbesit di pikiran gue saat melihat pasangan yang ceweknya berbadan tambun dengan wajah biasa saja, sedangkan cowoknya memiliki postur tubuh ramping, tinggi dan juga tampan. Sempet iri juga sama cewek itu, dia aja bisa dapetin cowok kayak gitu. Padahal postur tubuh dan wajahnya bisa dibilang masih cantikkan gue!(Pernahkan kalian ngalamin kayak gitu). Tiba-tiba seorang teman berkata bahwa itulah selera. Mungkin cowok itu lebih menyukai cewek gemuk. Mungkin dia tidak melihat dari fisik, tapi melihat dari kepribadiannya. Ih wow, sungguhkah? masih adakah sosok cowok kayak gitu zaman sekarang? Masih gak percaya aja kalo hal tersebut benar adanya. Dalam diam, kadang suara dari lubuk hati yang paling dalam muncul, kita memang harus percaya hal-hal tersebut. Di dunia ini, seseorang memang butuh pelengkap dalam mendampingi hidup. Orang yang di kenal cerewet akan lebih nyaman jika bersama orang yang perilakunya lebih kalem, orang yang gemuk akan lebih suka berada disamping orang yang lebih kurus dan tinggi (tidak menutup kemungkinan yang gemuk dengan gemuk juga). Toh, semuanya memang harus balance kan? Selera dan keseimbangan memang harus diperhatikan. Kadang sesuatu yang diharapkan atau diimpikan berbeda dari kenyataan. Mungkin selera kita tinggi tapi mungkin nanti kita akan mendapatkan yang standar-standar saja. Kita memang tak pernah tahu jalan hidup seperti apa. Jadi let it flow aja ya ..

suatu hari kita akan tahu jawabannya .. =)

Selasa, 09 Maret 2010

RASA BOSAN MENYERANG !

Hmm.. beberapa hari ini pikiran mumet, badan sakit semua, hati gak tenang, dan muka semerawut. Udah di coba creambath, facial, cuma di urut yang belom! hehehe .. tapi gak merubah mood jelek ini. Ugh, baru pertama masuk kuliah gizi udah di bebanin ama tugas. Sebenarnya ini resiko dari sebuah pilihan. Diantara K3 dan gizi, gue lebih memilih untuk masuk peminatan gizi. Tapi kalo gini caranya yang ada nanti gue kurus kerempeng karena stress banyak tugas, terus gak nafsu makan, sehingga asupan gizi gue berkurang dan akhirnya gue akan menemukan sisi buruk tubuh gue, yaitu jadi manusia tanpa daging a.k Mrs. skeleton. hihi. Kayaknya sih gak bakal selebay itu juga! Sebenarnya butuh refreshing untuk beberapa hari ini, biar bisa adaptasi dengan kondisi yang ada. Rasanya pengen banget travelling, Taking picture in the some place, wisata kuliner. I need a fresh air! sungguh gue butuh banget udara segar, gue butuh waktu menyendiri saat ini. Tapi waktu gak memihak pada gue, dan akhirnya gue harus terjebak dengan bad situation seperti ini. Harus di inget juga sih, ini baru awal gue menginjakkan kaki di peminatan gizi dan gue harus siap menjalani konsekuensi yang ada. Susah emang ya jadi orang sabar, pengennya cepet lulus, dapat kerja, terus married with someone special deh. hehehe (duh kok jadi ngelantur gini sih..) :-D

Untuk saat ini, pacar kayaknya udah bukan lagi prioritas hidup gue. I'm single, i'm very happy. Yang harus gue lakukan adalah memperbanyak relasi. Kata nyokap, kalo nanti impian kita udah tercapai dan jadi orang sukses. laki-laki mah tinggal milih. Mau yang mirip jang geun suk? mao yang kayak Lee min hoo? Ato yang sedikit imut kayak nicky tirta?! InsyaAllah mah ada deh.. hehehe .. Sabar aja, yang jelas sekarang elo harus fokus dulu. Nah, inget tuh fokus .. fokus .. fokus ! Okay, jalan keluarnya gue harus bisa mengontrol bad mood kayak gini. Kalo mood udah terkontrol, perbaikin nafsu makan (kalo ini mah kayaknya gak pernah ketinggalan.. hehe), Atur waktu (jangan pagi jadi malam, malam jadi pagi), Harus perbaiki kondisi keuangan juga (gak ada uang semua gak jalan), dan yang terpenting rajin baca dan belajar. Sedikit main ke Mall boleh deh, tapi jangan sesering waktu semester 1. Mall nya pindah ke perpust
akaan aja! hihi.

Yasudahlah, curhat bla bla bla nya selesai. Mulai sekarang jangan jadi orang moody-an lagi ya! keep fighting, keep smile, and keep contact (loh???...gak nyambung!) hehe ..

salam hangat, muachhh..
-puputmutze-