“Ma, ongkos fitri mana? Aku telat ney mah!!” teriakanku menggaung di seluruh ruangan rumah.
“Duh, sabar dong, mama lagi nyari seribuan ney.” Jawab mama seraya mengeluarkan seisi dompetnya di kamar.
“Duh ma, seceng doang, udahlah jebanan aja sini. Ntar aku ketinggalan bis nih. Dah mama, assalamualaikum.” Kusalami mama, kucium kedua pipinya dan bergegas berangkat ke sekolah.
Di perjalanan, aku mendapatkan bus yang cukup padat penumpangnya. Yah, setiap hari aku harus berjubel-jubelan dengan penumpang lain. Walaupun posisiku tidak nyaman untuk berdiri, namun aku harus memaksakannya agar terasa nyaman. Seperti biasa, kondektur bus menariki bayaran dari satu penumpang ke penumpang lain. Untuk menaiki bus hanya mengelurkan dua ribu rupiah saja untuk sampai ke semua tempat tujuan. Namun hari ini aku sedang sial. Di dompetku tidak ada recehan. Aku baru ingat, tadi sewaktu ingin berangkat sekolah, mama memberiku uang sepuluh ribuan. Dan di dompetku hanya ada
“TUNGGU!!!!!...... PAK JANGAN DITUTUP” teriakku dari kejauhan sambil berlari menuju gerbang yang
“Kamu lagi?? Tiap hari terlambat terus! Kali ini kamu gak saya ijinkan masuk.” Bentak pak Amin yang repot mengunci pagar dari dalam sekolah karena di teriaki anak-anak lain yang terlambat pula sepertiku.
“Yah bapak. Duh, tolong bukain dong pak. Tadi tuh mama saya sibuk nyari uang secengan buat ongkos saya!” tiba-tiba anak-anak lain serempak menatapku dan kemudian gelak tawa memekakkan pagi yang cerah ini.
Jelas aja seluruh anak tertawa. Alasanku tidak masuk di akal. Anak-anak lain ada yang beralasan macet, kendaraanya mogok di jalan, kesiangan, dan sebagainya. Dan aku? Terlambat hanya gara-gara uang seribuan alias seceng. Setelah berhasil merayu pak Amin dan diperbolehkan masuk kelas, hatiku lega karena tidak di pulangkan kepala sekolah. Walaupun di kelas, bu Risty, guru Bahasa Indonesiaku, menugasi untuk membuat karangan sebanyak empat lembar kertas folio. Paling tidak masih ada keberuntungan untuk mengikuti pelajaran lain.
* * *
Sepulang sekolah, aku dan teman-teman berencana mencuci mata di mal. Aku, Loli, Danu, dan Echa bersahabat sejak SMP. Dan sekarang kami dipertemukan kembali di bangku SMA. Danu memang satu-satunya laki-laki di antara kami. Namun, dia memiliki pribadi yang asyik, gokil, dan pede abis. Dan mungkin kami tidak memandangnya lagi sebagai laki-laki tampan. Tapi kami bertiga menjulukinya si “Konyol gak jelas”. Di mal kami menghabiskan waktu untuk bersenang-senang di timezone, poto box, dan lain-lain kebiasaan anak-anak SMA. Tak kuduga, di dompetku hanya tinggal selembar dua puluh ribu dan
Colekkan kondektur membangunkanku dari tidur. Ku sempat tertidur pulas. Ku berikan dua ribuan padanya. Dengan wajah masih mengantuk ku tengok sebelah kananku. Ternyata telah berganti orang menjadi seorang bapak-bapak mengenakan pakaian dinas. Orang-orang yang berdiripun tidak sesesak seperti pagi tadi. Ku eratkan lagi tas yang telah hampir menggelantung jatuh. Kutatap dari balik kaca bus gemerlapnya
“Terimakasih banyak ya kak, aku bisa makan nih. Semoga kakak selamat sampai tujuan, sekali lagi makasih.”
Kemudian anak itu berlari turun dari bus. Bagiku, itu hanya uang seribuan. Namun baginya kurasa ia seperti mendapatkan
The end
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih sudah mampir di blog saya :)