Selasa, 23 Maret 2010

Andaikan dia tinggal lebih lama

Setelah dokter memvonis kak Sabrina sakit, kami sekeluarga lebih memperhatikan kesehatannya. Papa lebih sering pulang cepat, mama lebih sering berada di rumah, dan keadaan di rumah semakin baik. Namun, hal itu tak terjadi pada diriku. Aku merasa terlupakan, bahkan seharusnya sebagai anak yang baru beranjak dewasa aku menginginkan perhatian yang lebih dibanding siapapun. Aku juga butuh kasih sayang mereka. Setelah pulang sekolahpun, mereka tak menanyakan perasaanku hari itu. Bagaimana pelajarannya, teman baruku, dan sebagainya. Yang kudengar hanyalah ” Sab, kamu mau makan apa nak? Mama suapin yah ” atau ” Sab, liat deh papa tadi liat baju ini di mal, di pake yah nanti ”.


Aku tahu kak Sabrina sedang sakit. Tapi bukan berarti mereka jadi memanjakannya kan? Kadang, aku kasihan melihat wajah memelasnya yang tak berdaya. Namun, aku muak melihat wajah polos nya. Seakan-akan dia berpura-pura menjadi malaikat sejenak.


”Mah, di sekolah Sheila besok ada pertunjukan drama. Sheila ikut maen loh, mamah papah juga di undang kok. Dateng yah?” bujukku seraya merangkul mama yang sedang menyiapkan makan malam di dapur.


“Duh la, besokkan mama dan papa harus mengantar kakakmu check-up lagi ke dokter. Maaf yah, kamukan tau sekarang-sekarang ini. Kami harus teratur mengontrol kesehatan kakakmu. Kamu kan udah gede, jadi harus maklumi keadaannya yah sayang.”


”Tapi mah, teman-teman sheila juga banyak yang dateng ama ortunya, masa sheila dateng sendirian.” rayuku sekali lagi sambil mencicipi masakan mama.

”Mama gak bisa sayang, duh, kamu kayak anak kecil aja deh.”


Lagi-lagi mama menolak untuk hadir. Hal serupapun dinyatakan oleh papa. Aku menjadi kesal. Sebelumnya, hal ini tak pernah terjadi pada diriku. Biasanya mereka selalu memperhatikanku. Semenjak kakak sakit, semuanya berubah. Aku tidak mengetahui kak Sabrina mengidap penyakit apa. Paling hanya penyakit biasa seperti tipus. Hanya penyakit seperti itu saja, manjanya luar biasa. Sekalian saja dia diserang penyakit yang luar biasa. Biar semua orang lebih sering memperhatikannya.


Di ruang keluarga, aku melihat kak Sabrina menonton televisi sendiri. Kuhampiri ia yang sedang terbaring di sofa. Aku melihat wajahnya yang pucat pasi. Ada perasaan iba yang sangat dalam. Dia memergokiku yang sedang menatapinya.


”Hai la, sini duduk deket kakak. Gimana sekolah kamu? Temen-temenya enak gak?” Kak Sabrina mencoba mengajak aku berbincang, namun ku segan menanggapinya.


”Biasa aja kak, nothing special!” jawabku ketus sambil menganti-ganti saluran televisi.


”Kamu gak boleh gitu, semua hari itu pasti spesial. Kita harus bersyukur dengan apa yang sudah Allah kasih ke kita. Nanti, di saat kita tahu gak bisa menikmati hari lagi, pasti kita akan minta hari ini diperpanjang.”


Tiba-tiba saja pembicaraan kak Sabrina menjadi aneh. Omongannya seperti guru agama disekolahku saja.


”Apaan sey kak, udah kayak orang mau mati saja!” kuberanjak meninggalkan kak Sabrina sendiri di ruang televisi dan pergi menuju ke kamarku.


* * *

Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, aku dan teman-teman pergi ke mal untuk menyegarkan otak. Daripada suntuk di rumah, mending jalan bareng temen-temen, pikirku. Telepon mama ke handphoneku sengaja tak kuangkat. Karena besok hari minggu, kuputuskan untuk menginap semalem di rumah Dina (sahabatku). Kami banyak berbincang dan bercanda hingga larut malem bersama kak Anggi ( Kakak Dina ). Aku sempat iri melihat kedekatan mereka. Aku jadi membandingkan kedekatanku dengan kak Sabrina. Kami memang kakak beradik. Namun, semenjak kecil kami tidak terlalu dekat. Dari dulu, mama dan papa lebih memanjakan kak Sabrina. Mungkin aku bukan anak yang diharapkan oleh mereka. Masa kecilku dengan kak Sabrina memang tidak sekompak kakak beradik lain. Kami sering berantem dan iri-irian. Andai saja aku mempunyai kakak laki-laki mungkin aku tak akan merasa di anak tirikan


* * *

Keesokan paginya, aku pamit kepada keluarga Dina untuk pulang ke rumah. Sepanjang jalan aku terus memikirkan keadaan di rumah. Pasti sama seperti hari-hari kemarin yang membosankan. Dari kejauhan, aku melihat keramaian di sepanjang jalan rumahku. Ketika aku sampai depan rumah, aku melihat bendera kuning terpasang di tiang. Suasana haru menyelimuti rumahku. Dengan segera aku berlari memasuki rumah. Di ruang tengah ku melihat sosok perempuan terbaring di lantai tertutup oleh kain kafan. Aku melihat sekeliling, mama, papa, tetangga menatapku tajam. Dan yang tak kulihat hanya sosok Kak Sabrina. Air mataku mulai mengalir dan semakin deras. Perlahan ku buka kain kafan yang menutupi wajah sosok itu, kupandanginya sangat lama. Kupeluk ia dengan erat. Hatiku mengharu biru. Ya Allah, sosok itu ialah kakakku. Untaian ayat-ayat yasin menggema di seluruh ruangan rumah. Mama memelukku erat. Semaleman aku bersenang-senang, dan aku tak mengetahui kakakku berjuang melawan maut. Perasaan ku telah tertutup oleh rasa benci tanpa menghiraukan perasaan saudaraku sendiri. Selama ini, kak Sabrina mengidap penyakit Leukimia atau yang disebut kanker darah. Beberapa minggu kemarin dokter memberitahukan bahwa keadaan kak sabrina semakin memburuk. Maka dari itu mama dan papa gencar-gencarnya memperhatikan kesehatan kak sabrina. Dan aku tak mengetahui hal tersebut. Yang kupikirikan hanyalah egoku sendiri. Bahkan yang lebih membuatku menyesal, di saat-saat terakhir aku tak sempat memiliki kenangan indah bersamanya. Dan aku sempat menyumpahinya. Sekarang aku baru sadar betapa aku sangat menyayanginya dan aku sangat kehilangan dirinya.


Masih terngiang di telingaku ”Semua hari itu pasti spesial. Kita harus bersyukur dengan apa yang sudah Allah kasih ke kita. Nanti, di saat kita tahu gak bisa menikmati hari lagi, pasti kita akan minta hari ini diperpanjang.”.


Kalimat itu yang masih membekas di hatiku sampai saat ini. Seminggu setelah kepergian kakak, rumah terasa sepi. Dan sekarang hanya tinggal diriku seorang diri. Perhatian yang selama ini aku harapkan dari kedua orangtuaku terwujud sudah. Aku menyesal tak bisa menikmati ini bersama kak Sabrina. Seandainya aku bisa memutar waktu kembali, kuharap dia masih bersamaku saat ini.


.....The end.....

1 komentar:

terimakasih sudah mampir di blog saya :)